Minggu, 21 April 2013

AKU HIPOKRIT ATAU SABAR ?

Aku sering bertanya pada diri sendiri, apakah aku seorang hipokrit atau sabar? Bagiku hipokrit dan sabar adalah 2 kata yang sangat sulit aku bedakan. Mengapa itu sering menjadi pertanyaanku? Karena aku sering melakukan perbuatan yang bertentangan atau berlawanan dengan kata hatiku. Aku melakukan perbuatan itu untuk pengendalian/pengontrolan diri agar aku terhindar dari norma-norma hukum masyarakat yang sewaktu-waktu bisa menghukumku. Karena norma-norma hukum yang paling kejam adalah  norma-norma hukum masyarakat. Jika kau tidak bisa menjaga segala tindak-tandukmu, sikap dan perbuatanmu maka anda harus bersiap-siap suatu hari nanti akan menerima norma hukum dari masyarakat. Norma-norma hukum masyarakat inilah yang selalu menjadi penyebab aku dan kalian semua yang merasa harus hidup seperti seorang hipokrit. Mungkin kita sudah berusaha untuk mencoba selalu menjadi diri sendiri, tetapi hidup terlalu banyak menuntut untuk menjadi seorang hipokrit. Aku sulit membedakan mana itu hipokrit dan mana itu sabar. Dimata orang-orang sekitarku mungkin aku seorang yang penyabar. Tapi bila aku harus bicara jujur, aku sebenarnya sangat tidak menyukai kesabaran ini. Karena membuatku menjadi sangat tertekan. Aku harus menahan semua perasaan-perasaan yang mengganjal didalam hatiku.
Hipokrit berasal dari kata hypocrite yang artinya munafik. Munafik adalah orang yang suka berpura-pura, tidak sesuai ucapan dengan perbuatannya.
Dalam kamus Oxford Advanced Learner’s, kata “Hypocrite” didefinisikan sebagai “a person who pretends to have moral standards or opinions that they do not actually have (hipokrit adalah orang yang berpura-pura mempunyai standar/patokan moral atau opini yang sebenarnya tidak dimilikinya). Disederhanakan sebagai orang yang mempunyai perbedaan antara apa yang dikatakannya dengan perbuatan aktualnya. Pada dasarnya hidup manusia sering berada dalam keadaan kemunafikan/ kepura-puraan sama dengan orang yang memakai topeng dalam kehidupan sehari-harinya. Saat kita akan mencapai sesuatu atau mendapatkan sesuatu atau menyenangkan seseorang , mungkin sifat ini otomatis akan muncul dengan sendirinya.
Dalam pandangan ilmu jiwa modern, hipokrit adalah sosok yang sedang sakit. Cirinya : - Ia mendustai dirinya dengan menggunakan kedok dan memperdaya orang lain dengan tujuan orang lain menerima dan menghargainya , bisa menyebar fitnah dan gelisah melihat orang lain melebihi dia dan mendapatkan kebaikan / keuntungan , plin plan dan punya sifat menonjol cari muka ( bersifat ulitarian ). Pemicu utama munculnya sifat hipokrit ini, misalnya “cari muka”, sebagaimana dituturkan pakar ilmu jiwa, adalah karena takut dan tamak. Mencari muka merupakan penyakit jiwa dan sosial yang berkembang subur bagaikan wabah penyakit di tengah masyarakat dalam era/masa kemunduran. yaitu masa di mana banyak orang yang malah menjauhi dan mengendorkan pegangannya terhadap agamanya. Jikalau hipokrit disamakan artinya dengan kemunafikan / kepura-puraan, memang benar jikalau hipokrit telah menjadi wabah yang menyebar kemana-mana. Bukan hanya dalam lingkungan politisi tapi juga sosial masyarakat. Apakah istilah hipokrit dapat dijadikan sebagai suatu istilah penyakit kejiwaan? Aku bertambah bingung atau jangan-jangan hipokrit adalah munafik yang terlalu berlebihan yang mengakibatkan benar-benar hampir seperti seorang yang berkepribadian ganda?
Sosok atau figur manusia hipokrit, dalam pandangan ilmu jiwa modern adalah sosok yang sedang sakit. Pada dirinya seolah-olah terbelah dua figur yang saling bertikai dalam satu tubuh. Figur yang satu menggambarkan dirinya berdasarkan tampilan-tampilan eksoterus ( luar ) nya. Yang bisa terlihat dan terdengar oleh orang lain, misal pakaian, perkataan dan senyumannya. Figur yang lain adalah mencerminkan sifat indoteris ( dalam ) nya, yang tak dapat diketahui oleh siapapun. Akibat pertikaian figur kepribadian ini, seorang yang hipokrit akan menampakkan profil kepribadian negatif yang akan merugikan orang lain dan dirinya sendiri.
Pemicu utama munculnya sifat hipokrit ini, misalnya "cari muka", sebagaimana dituturkan pakar ilmu jiwa, adalah karena takut dan tamak. Mencari muka merupakan penyakit jiwa dan sosial yang berkembang subur bagaikan wabah penyakit di tengah masyarakat dalam era/masa kemunduran. Yaitu masa di mana banyak orang yang malah menjauhi dan mengendorkan pegangannya terhadap agamanya. Hal ini tidak lain disebabkan lemahnya keimanan, rasa takut dan harga diri yang tinggi.
Di zaman sekarang orang-orang dengan mudahnya mengucapkan kata hipokrit. Hipokrit, setiap orang sangat membenci mendengar kata itu. Dan juga teramat tidak suka jika ada orang yang menyebutkan dirinya seorang hipokrit. Seorang hipokrit sekalipun tidak suka jika dirinya disebut hipokrit, meskipun jelas-jelas dia seorang hipokrit.
Di dalam Islam  kita tidak boleh sembarangan menyebut seseorang itu hipokrit, karena yang bisa menilai seseorang itu hipokrit atau tidak hanyalah Allah SWT. Dan di dalam Islam ciri-ciri orang munafik itu dapat ditandai dari :  jika berbicara ia berbohong, jika berjanji ia mengingkari, dan jika diberi amanah ia berkhianat.
Tapi hipokrit yang ingin aku jelaskan disini bukanlah hipokrit dengan maksud dan tujuan untuk mengambil keuntungan dari orang lain, akan tetapi hipokrit yang seperti menipu diri aku sendiri demi tuntutan sebuah dogma. Hipokrit yang aku harus terus-terusan memakai “topeng” demi untuk menyenangkan seseorang dan untuk menghindari dari norma-norma hukum masyarakat. Aku tahu pada dasarnya memang hidup manusia sering berada dalam keadaan kemunafikan/ kepura-puraan yang harus terus-menerus memakai topeng? Saat kita akan mencapai sesuatu atau mendapatkan sesuatu atau menyenangkan seseorang, maka sifat ini otomatis akan muncul dengan sendirinya dan topeng kemunafikanpun segera digunakan. Aku benci topeng itu tapi aku harus terus-menerus memakainya. Sadar atau tidak sadar kita semua sebenarnya adalah seorang yang hipokrit. Terkadang aku berusaha untuk menjadi diri sendiri, tetapi hidup terlalu banyak menuntut untuk menjadi seorang hipokrit. Aku merasa diriku seorang hipokrit karena ;
 Ketika aku ingin teriak tentang kebencianku kepada seseorang, tapi aku harus menutup rapat-rapat mulutku dan harus tetap bersikap manis di depannya.

Ketika aku merasa muak! dengan semua nasehat yang cenderung menghujatku aku harus tetap berkata "thanks for your advice"

Ketika aku harus berpura-pura untuk tetap menjadi seorang pecinta sejati walau hati penuh kebencian demi sebuah DOGMA

Ketika aku harus berpura-pura membenci seseorang, hanya untuk menutup rapat-rapat isi hati yang sebenarnya demi menjaga sebuah DOGMA

ketika aku harus tetap tersenyum ketika hati menangis

ketika aku tertawa terbahak-bahak yang sebenarnya orang lain tidak pernah tahu kalau aku sedang mentertawakan diri sendiri

ketika aku harus berpura-pura tegar meski aku serapuh kayu yang lapuk

ketika aku mencoba menahan marah yang meledak-ledak dengan bersikap sabar

Katanya SABAR itu : Diam = menahan/menyimpan marah, Diam = tidak melawan, Diam = lelah untuk ribut.Tapi kesemuanya itu mengakibatkan DENDAM dan kBENCIan.

Apakah masih di sebut SABAR jika keSABARan hanya menyimpan benih2 keBENCIan?

Apakah masih harus tetap berSABAR,bila keSABARan itu membuat kehancuran bagi diri sendiri baik mental maupun fisik?

Apakah masih di sebut SABAR bila kita menahan marah tapi menyimpan dendam?

Apakah harus tetap berSABAR ketika SABAR itu hanya menyebabkan bertumpuk-tumpuk dendam dihati?

So... 
Aku HIPOKRIT atau SABAR ?



~ MERPATI ~