Rabu, 22 Mei 2013

KETIKA KALIAN MENGUPDATE STATUS APA YANG KALIAN MAKAN HARI INI

Mungkin kamu, saya dan kita semua pernah update status di FB atau di Twitter atau dimana saja kalian ingin update tentang apa yang kalian makan hari ini dan makan dimana? Dulu saya juga pernah melakukannya. Tapi sekarang saya menyadarinya apa yang saya buat itu adalah kesalahan, karena ketika kita mengupdate status apa yang kita makan dan makan di mana, di luaran sana banyak orang-orang yang berjuang mencari sesuap nasi demi perut sejengkal! Bayangkan! Ketika kalian mengupdate status tentang apa yang kalian makan dan di mana kalian makan, berapa banyak air liur mereka yang menetes membayangkan apa yang kalian makan sedangkan mereka tak mampu untuk membelinya. Saya juga pernah melakukan kesalahan yang sama tapi ketika Allah menegur saya dan dibalik teguran itu saya menyadari, inilah makna dari semuanya. Seperti kata orang-orang bijak:
"Seseorang hanya akan bisa merasakan penderitaan orang lain ketika dia pernah merasakan penderitaan itu sendiri"
Jadi apakah kalian mesti ditegur Allah dulu seperti Allah menegur saya baru kita bisa merasakan penderitaan orang-orang? Mungkin saya akan jauh lebih bersimpati dengan orang-orang yang mengupdate status tentang keluh kesahnya (meski itupun tidak dibenarkan, sekali lagi saya juga pernah melakukan kesalahan seperti ini) daripada orang-orang yang mengupdate status tentang apa yang mereka makan dan makan di mana. Karena itu sangat melukai hati orang-orang yang hidup dalam kesusahan untuk makan sehari-hari. Maaf! jika apa yang saya katakan ini menyinggung semua orang yang pernah melakukan kesalahan seperti yang pernah saya lakukan. Tetapi sesama manusia kita wajib saling menegur untuk kebaikan bersama. Janganlah bangga dengan apa yang kalian miliki sekarang, karena 1 jam berikutnya kita tidak pernah tau apa yang akan terjadi pada diri kita dan keluarga kita. Marilah bersikap lebih peka terhadap penderitaan orang-orang di luar sana. Dan bersyukurlah dengan apa yang sudah kalian miliki sekarang, karena diluar sana banyak orang-orang yang hidupnya tidak seberuntung kalian. Wassaalam...


Selasa, 21 Mei 2013

KEMANA PERGINYA SEMANGATKU???

Belakangan ini aku tak mengerti dengan diriku sendiri. Aku seperti tidak punya semangat, semangat untuk mengerjakan segala sesuatu pekerjaan yang bertumpuk-tumpuk. Keinginan hatiku sangat kuat ingin menyelesaikan semua pekerjaan itu, tapi semangatku tidak. Ada apa denganku??? Padahal aku tipe orang yang tidak suka menunda-nunda pekerjaan. Semuanya terasa melambat. Semua tulisan-tulisanku pun jadi terbengkalai, padahal aku harus berburu dengan waktu. Kalau ditanyakan tentang fikiranku, aku katakan saat ini fikiranku sedang tidak stress atau sedang tidak mempunyai beban fikiran. Karena aku tau Allah selalu ada untukku setiap aku membutuhkanNya. Dan Allah selalu memberikan apa yang aku butuhkan. Meskipun mungkin aku pernah mengalami krisis kepercayaan kepada Allah, tapi seiring berjalannya waktu aku bisa merasakan keajaiban-keajaiban yang diberikan Allah kepadaku. Bahkan sekarang aku merasa hidupku begitu sangat tenang, pasrah dan berserah diri kepada Allah. Aku juga tidak lagi merasa kuatir dengan semua problema hidupku. Aku merasakan diriku saat ini teramat kuat. Tapi mengapa di saat sekarang aku begitu sangat tenang, pasrah, kuat dan berserah diri kepada Allah, tiba-tiba semua semangatku hilang??? Bahkan untuk berbicarapun aku malas. Aku merasa seperti ada keganjilan yang sedang aku rasakan, tapi aku nggak tau itu apa??? Saat ini keinginanku yang paling kuat adalah menyelesaikan semua tulisan-tulisan novel-novelku. Karena aku harus berburu dengan batas waktu dan aku harus memenuhi janjiku dengan seorang teman. Tapi setiap aku memulai untuk menyelesaikan tulisan-tulisanku dan saat itu semangatku seperti tidak mendukung sedangkan ide-ideku sedang mengalir sangat derasnya. Kucoba memaksakan, tapi yang ada malah membuatku menjadi tidak fokus, susunan-susunan kalimatpun menjadi berantakan. Aku mencoba untuk membaca ulang dari awal hingga batas terakhir pengetikkan tulisanku tapi semua sia-sia. Bahkan untuk membacanya saja aku tidak bersemangat. Ada apa ini??? Ditambah lagi dengan keadaan fisik tubuh yang akhir-akhir ini aku merasakan seperti sangat berbeda,. Aku tidak sedang terkena gejala demam, atau aku juga tidak sedang kelelahan tapi mengapa semua tubuhku seperti merasa begitu sangat lelah? Setiap persendian dari tulang-tulangku seperti ngilu. Berulang kali aku dipijat tapi tetap aku merasakan semua sendi-sendi tulangku seperti habis mengalami perjalanan yang sangat jauh sekali. Semua terasa kaku dan terkadang merasakan kebas. 
Aku juga merasa kebosanan dengan semua kehidupan di dunia ini, bukan berarti aku bosan hidup...Bukan! Bukan itu! Aku hanya merasa bosan dengan semua yang aku lihat, aku merasa hanya ingin melihat sesuatu yang baru yang berbeda dengan dunia ini. Entahlah! aku juga tidak mengerti dan tak tau apa yang membuatku bosan dengan semua kehidupan ini. Aku tidak tau cara untuk mengatakannya apa yang sedang aku rasakan sekarang, tapi yang pasti aku sedang merasa aneh dengan diriku sendiri. Tapi aku harus melawan semua ini...Harus!!! Supaya aku bisa menyelesaikan semua tulisan-tulisanku karena aku harus mengejar waktu. Bissmillah..., aku harus menyelesaikan itu semua...

Senin, 13 Mei 2013

OPUNG

Aku baru saja selesai membaca sebuah kisah nyata di majalah online, kisah tentang teganya seorang kakek yang menjual cucunya demi uang. Kisah itu membuatku jadi teringat pada opungku yang sudah lama ku lupakan. 
Opung, panggilan untuk kakek atau nenek dalam suku batak, dan aku terlahir dari keluarga bersuku batak, bermarga Harahap. Semua orang pasti punya opung, dan masing-masing punya kisah tersendiri dan kenangan tersendiri tentang opungnya. Opung merupakan sosok yang selalu menjadi panutan setelah orangtua. Opung juga selalu mempunyai kasih sayang yang berlebih kepada cucu-cucunya dibanding kepada anak-anaknya sendiri. Bagi seorang opung dulunya, ketika anak-anaknya masih kecil, mungkin tidak pernah mau menggendong anak-anaknya, tapi ketika cucu-cucunya lahir, dia rela menggendong sambil menyuapi cucunya makan, dan terkadang membujuk cucunya dengan makanan, permen dan coklat yang mahal-mahal demi menyenangkan hati cucunya, meskipun dia sendiri terkadang kekurangan uang.
Aku beruntung mempunyai opung yang sangat menyayangiku, bahkan aku merasa diantara semua cucu-cucunya, akulah yang paling diistimewakan, aku tidak tahu kenapa di matanya aku begitu sangat istimewa. 
Banyak kenanganku tentangnya, dan yang paling ku ingat, setiap kali dia gajian pensiun, orang pertama yang selalu diingatnya begitu melihat lembaran uang rupiah ada ditangannya, hanyalah aku. Dari situ dia langsung pergi ke toko baju untuk membelikanku baju.
Besoknya selesai sholat subuh, dengan sepeda kesayangannya, dia datang kerumah kami. Opung suka bersepeda, kemana-mana selalu bersepeda, katanya sepeda itu menyehatkan untuk menghilangkan segala lemak-lemak ditubuh, tak perlu diet jika ingin kurus, cukup bersepeda saja.
Ketika tiba dirumah, dia langsung membangunkan papa dan mama sambil berteriak-teriak diluar, seolah-olah dia seperti tak sabar ingin segera menunjukkan hadiahnya padaku.
"Aini...! Opung bawa baju baru untukmu..!" teriak opung.
Sedangkan aku masih tertidur pulas.
Opung juga seorang penata rambut yang handal. Bila dilihatnya rambutku sudah panjang, maka dia langsung memangkasnya. Meskipun hasil pangkasannya sering membuatku menangis, karena aku jadi bahan ejekan abang, dan adikku, juga teman-temanku. Kata mereka pangkasku seperti pangkas ‘batok’, tempurung batok yang diletakkan diatas kepalaku saat memangkas rambutku, itu kata mereka saking jeleknya hasil pangkasan opung.
Opung juga seorang pencari kutu yang penuh titi teliti, tak ada satu ekor kutu dikepalaku yang lolos dari tangkapannya. Walaupun ketika mencarinya dia harus memakai kacamata tebal, setebal pantat botol. 
Ketika aku mulai memasuki tahun pertama sekolah, dia juga yang membelikanku buku-buku, pensil, penghapus, kotak pensil serta pensil warna yang baru, dan dia juga yang menyampul semua buku-bukuku. Sambil menyampuli bukuku, dia bercerita padaku.
"Ini cucu Opung mesti jadi orang hebat dan pintar, ya... Meskipun cucu Opung cuma perempuan satu-satunya, tapi jangan kalah sama abang dan adik laki-lakimu. Gak boleh cengeng, perempuan batak gak ada yang cengeng," kata opung.
Bila opung sedang bepergian dengan opung perempuanku, opung selalu mengajakku. Kalau papaku tidak mengizinkanku dibawa olehnya, opung akan marah dan sakit hati, kemudian merajuk tidak akan mau datang-datang kerumah kami, sebelum papa meminta maaf padanya dengan membawaku berkunjung kerumahnya, dan aku dijadikan senjata pamungkas papa untuk meluluhkan hati opung.
Opung sebenarnya sosok laki-laki yang keras dan ditakuti, bila marah suara bentakannya bisa terdengar beberapa meter, saking keras dan kuatnya nada oktaf suaranya. Sembilan anak-anaknya dan istrinya takut, tunduk, dan patuh pada perintahnya. Perintah opung bagaikan titah seorang raja, tidak ada seorangpun yang berani membantahnya kalau tidak ingin melihatnya murka. 
Bila dia sedang makan, tidak ada seorangpun yang boleh masuk kedalam ruang makan. Baginya makan adalah kenikmatan tersendiri, makanya tidak ada yang boleh mengganggunya. Yang bisa masuk keruang makan ketika dia sedang makan hanyalah aku seorang.
Ketika opung lagi makan, aku dengan seenaknya mau masuk keruang makan, tapi buru-buru dilarang oleh bou-bou dan uda-udaku, tutur panggilanku untuk anak-anaknya. Aku yang masih anak-anak tidak peduli dengan larangan itu, aku malah tetap menyelonong masuk. Seketika itu wajah bou-bou dan uda-udaku pucat pasi karena ketakutan. Mereka takut kalau nanti mereka yang akan disalahkan karena membiarkanku masuk keruang makan, ketika opung sedang makan.
Diluar dugaan opung yang lagi makan ditemani opung perempuan melihatku yang mengintip dari balik pintu, opung memanggilku.
"Sini Inang, sini makan sama Opung,” kata opung.
Inang adalah panggilan sayang untuk anak perempuan suku batak.  
Akupun berjalan mendekati meja makan, dan aku didudukkannya diatas meja disamping piring makannya. Semua bou dan udaku juga opung perempuan terkejut, karena opung tidak marah. Opung juga tidak marah meskipun selama makan aku lebih banyak mengganggunya daripada makan. Aku terus-terusan memindahkan semua makanan yang ada di piringku kepiringnya, kemudian kembali memindahkan semua makanan dipiringnya kepiringku. Berulang-ulang aku buat seperti itu, sedikitpun tidak ada rona kemarahan diwajahnya, bahkan dia memakan semua makanan yang ada dipiringnya, meskipun makanan dipiringnya sudah ku aduk-aduk. Meja makan dan lantai penuh dengan taburan nasi yang aku tebar-tebarkan. Opungku orang yang temperamental, sifatnya ini menurun padaku, tapi bila melihatku hatinya bisa mendingin dan selembut salju. Tak pernah sekalipun dia memarahiku karena tingkah lakuku.
Opung seorang pegawai negeri yang bekerja di kantor gubernur bagian kepala keuangan, Opung orang yang sangat jujur. Aku tahu dia sangat jujur, karena ketika dia pensiun, tidak berapa lama bou Sarah keluar dari sekolah tempatnya sekolah. Karena opung tidak punya uang dan tidak punya tabungan untuk bisa membayar uang sekolah anaknya. Padahal ketika dia bekerja sebagai kepala keuangan di kantor gubernur, dia bisa mempunyai banyak kesempatan untuk mendapatkan uang yang tidak halal, seperti yang  dilakukan oleh teman-teman sekantornya, tapi opung tidak mau melakukannya. Papa pernah bilang padaku, kalau opung selalu memberi nasehat pada papa, dan nasehatnya itu sampai sekarang selalu ku ingat. Dan sampai sekarang nasehatnya itulah yang membuatku untuk selalu tetap memertahankan sebuah kejujuran, sepahit apapun kehidupan ini.
‘Jangan pernah sedikitpun atau terniat di hatimu untuk mengambil sesuatu yang bukan hakmu, meskipun itu sebesar peniti’.
Opung suka membaca surat kabar harian di ruang tamu sambil mengisap cerutu dan minum teh kelat tanpa gula, minuman kesukaannya. Kesukaan opung ini menular padaku, tapi aku masih pakai gula meskipun sedikit. Ini yang sering menyebabkan mama marah padaku. Kata mama, opung sakit ginjal karena sering minum teh terlalu kelat atau kental. Tapi sebenarnya aku sedikit meragukan dengan apa yang dikatakan mama, karena sampai sekarang aku belum pernah membuktikan kebenaran kata-kata mama pada dokter manapun. Dengan pipa rokoknya opung mengisap cerutu kesukaannya, aroma ini menjadi aroma khas opung. Karena setiap kali aku didekatnya aroma tubuh opung bau cerutu. Dahulu aku suka memainkan pipa rokok opung dengan berlagak dan bergaya meniru gaya opung mengisap pipa rokoknya.
Opung berperawakan tinggi besar, postur tubuhnya persis seperti orang bule. Mungkin ini juga yang membuatku selalu suka melihat pria berperawakan tinggi besar, karena terobsesi dengan opung, hehe... Dahi opung lebar, menandakan kalau dia orang yang pintar, wajahnya juga sangat tampan dengan rahangnya yang keras, rahang ciri-ciri kebanyakan suku batak pada umumnya. Opung pintar matematika dan jago dalam bidang accounting, kalau yang ini tidak menurun padaku, aku terlalu lemot kalau soal matematika.
Suatu hari opung mulai jatuh sakit ketika aku masih duduk dikelas 3 sekolah dasar. Waktu mulai sakit dan belum dibawa kerumah sakit, aku masih sempat ikut-ikutan begadang menjaganya, bersama bou-bou dan uda-udaku, kebetulan pada waktu itu aku lagi libur sekolah. Seperti biasa setiap libur sekolah opung selalu mengajakku menginap dirumahnya.
Selama sakit opung selalu merasa kepanasan dan terus-terusan berkeringat, setiap 5 menit wajah dan badannya harus dilap karena keringat yang sangat banyak. Tapi bou-bouku yang tertidur dibawah, disamping tempat tidurnya terkadang tidak terbangun karena kelelahan menjaga siang dan malam. Ketika opung memanggil mereka untuk mengelap keringatnya, mereka tidak terbangun. Aku yang juga tidur disitu merasa iba melihat penderitaan opung, dan entah mengapa aku tak bisa tidur melihat opung yang seperti tersiksa dengan rasa panas dan keringatnya, aku segera bangkit dan mengelap keringatnya. Opung yang merasakan ada tangan mungil yang sedang mengelap keringatnya, menyadari kalau yang mengelap keringatnya adalah aku.
"Ini Aini cucu Opung?" tanya opung.
"Iya Opung," jawabku.
"Kenapa belum tidur, Nang? Sudah jam berapa ini?" tanya opung.
"Jam 3 malam, Pung," jawabku.
"Mana boumu?" tanya opung.
"Bou tertidur, Pung. Bou kecapekan," jawabku.
"Iya, Boumu kecapekan, tapi cucu Opung harus tidur, sayang," kata opung.
"Aini kasihan melihat Opung yang kepanasan dan berkeringat," kataku.
Opung tertawa kecil, mungkin dia merasa bahagia atau senang mendengar ucapanku yang perhatian padanya. Sambil terus mengelap keringatnya, aku mendengarkan nasehatnya, ternyata itulah pesan terakhirnya padaku sebelum opung besoknya dibawa kerumah sakit.
"Aini..., nanti kalau sudah besar harus bisa jadi perempuan seperti mamamu, ya... Mamamu itu perempuan hebat dan kuat, sambil bekerja dia masih bisa mengurus anak-anaknya, suaminya juga mengurus Opung,Bou-boumu serta Uda-udamu, padahal Opung cuma mertuanya. Mamamu juga masih sempat lagi kuliah. Padahal Opung tahu, Mamamu itu capeknya luar biasa, tapi mamamu itu perempuan yang sangat tegar, pintar dan baik hati. Hatinya tulus, meskipun terkadang Opung sering menyakiti hati mamamu."
Mama dulu bukanlah menantu pilihan opung, tapi papa bersikeras untuk tetap menikahi mama.
"Aini harus bisa jadi perempuan hebat dan kuat seperti mamamu, ya..." kata opung.
"Iya, Pung.." sahutku.
"Sekarang Aini tidur, bangunkan saja boumu, gak baik anak-anak tidur larut malam, sebelum tidur cium dulu pipi Opung, ya..." kata opung.
"Iya, Pung."
Akupun mencium pipi opung, sambil berkata.
"Aini sayang, Opung."
"Opung juga sayang Aini. Ainilah satu-satunya cucu kesayangan Opung, karena dimata Opung, Aini berbeda."
Dan itulah percakapan terakhirku dengannya.

Keesokkan harinya opung dibawa kerumah sakit, opung di rumah sakit hanya 3 minggu. Dan selama di rumah sakit, opung selalu memanggil-manggil namaku, dan mengatakan kalau aku yang mengelap keringatnya selama dia sakit waktu masih di rumah. Setiap aku meminta ikut kerumah sakit, papa tidak pernah mengizinkan, karena kata papa anak-anak tidak baik kerumah sakit. Karena rumah sakit sarang penyakit dan sumber penyakit. Hingga menjelamg ajalnya opung masih berharap ingin bisa melihatku untuk terakhir kalinya, tapi tak pernah bisa terwujud. Ternyata percakapanku malam itu dengannya, merupakan percakapan dan pertemuan terakhir kami.


Sabtu, 11 Mei 2013

~ T E G A R ~

Kini kau biarkan aku berjalan sendirian di tengah badai, dijalan yang gelap, terjal dan berliku

Setapak demi setapak aku lalui tanpamu meski itu terasa perih dan menyakitkan

Dan angkuh aku berkata "aku bisa tanpamu"

Walau separuh tubuhku hampir penuh luka,

namun aku tetap berjalan hingga tetes darahku yang terakhir

Sekarang aku tidak butuh kau, esok dan seterusnya

Jangan paksa aku untuk kembali menoleh padamu

karena sekarang kau adalah bagian dari masa laluku yang melengkapi episode-episode masa laluku