Sekarang kita semakin sering mendengar dimana-mana banyak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), tapi sayangnya KDRT itu baru bisa didengar setelah para perempuan itu menjadi korban. Ada yang menjadi gila, menjadi pembunuh dan mati karena KDRT yang dilakukan suaminya. KDRT ini seolah-olah seperti kejahatan yang terselubung, yang dilakukan oleh orang terdekatnya yang seharusnya melindunginya dan menjaganya. Para perempuan tak berani bersuara karena tuntutan dari sebuah dogma yang mengajarkan kalau seorang istri harus menutupi rapat2 aib suami dan aib rumah tangganya. Tapi apakah seorang istri harus tetap diam ketika kekekerasan2 dan penganiayaan mental dan fisik terus2an diterimanya? Kemanakah seoramg istri harus meminta pertolongan?Ketika sebilah pisau sedang menempel erat dilehernya dan hanya sekali gores maka putuslah urat nadinya? Apa yang harus diperbuat seorang istri ketika suaminya memukulinya hingga fisiknya babak belur? Ingin melawan, tapi seberapa besar tenaga seorang perempuan untuk melawan tenaga seorang pria? Belum lagi tekanan2 mental yang setiap hari harus diterimanya seperti cacian, makian dan pengancaman? Inikah yang harus terus dipertahankan seorang istri bila setiap hari dia harus mengalami trauma fisik dan mental, dan setiap hari hidup dalam ketakutan?
Ketika seorang istri mengadu kepada orang terdekatnya atau orang2 disekitarnya, mereka hanya bisa menjawab "BERSABAR' memohonlah kepada Allah supaya Allah memberi kesadaran pada suaminya. Dalam hal ini saya bukan ingin menolak atau memungkiri kekuasaan Allah, sama sekali TIDAK! Tapi yang menjadi pertanyaan bagi saya, sampai dimanakah batas kesabaran itu???
Ketika suami sering memukuli dan menganiaya istrinya, istri diminta harus terus bersabar. Akibat terus2an bersabar berapa banyak lagi perempuan2 harus mati karena dianiaya suaminya??? Bukalah mata dan hati kita, lihatlah kasus KDRT di TV yang sering menayangkan kematian para perempuan akibat KDRT yang dilakukan suaminya. Kalau sudah mati siapa yang akan mengurus anak2nya?? Sedangkan si bapak otomatis akan masuk penjara atau melarikan diri, kalau sudah begitu yang menjadi korban tetap anak2 juga. Sebenarnya kebanyakan para istri selalu mengalami dilema di dalam rumah tangga ketika dia mengalami KDRT. Sebab, dia harus terus bertahan demi anak2nya agar anak2nya jangan menjadi korban dari perceraian itu. tapi akibat terus mempertahankan rumah tangganya, si Ibu yang menjadi korban dan kemudian pada akhirnya anak2nya menjadi korban juga. Inilah dilema yang banyak terjadi sekarang ini.
Selain sang ibu yang menjadi korban kekerasan mental dan fisik, sianak juga akan mengalami kerusakan mental dan trauma, karena setiap hari dia harus melihat bagaimana ibunya terus2an menerima perlakuan yang kasar dari sang ayah.
Kita juga sering melihat tayangan2 di tv bagaimana seorang ibu bisa begitu sangat teganya membunuh anak2nya hanya karena dendamnya kepada si suami. Atau si ibu sering melampiaskan kemarahannya pada anak2nya karena dia tak bisa melampiaskan kemarahannya kepada suaminya. Bukankah dalam hukum alam selalu mengatakan "Seorang yang selalu tertindas maka dia juga akan melakukan hal yang sama pada orang2 yang bisa ditindasnya juga" , miris bukan? Itulah dahsyatnya suatu tekanan mental yang dialami seseorang. Mental yang rusak akan menghancurkan segala apa yang ada didepannya. Apakah seorang ibu yang mentalnya tertekan atau sudah rusak masih bisa lagi membesarkan anak2nya? ( coba tanya pada hati nurani kita )
Ketika seorang istri meminta cerai karena sudah tak tahan dengan perlakuan suaminya, maka seluruh dunia seolah2 "MENGHAKIMINYA" mengatakan sebagai seorang ibu dia terlalu egois hanya memikirkan diri sendiri tak memikirkan kebahagiaan anak-anaknya. Tapi pernahkah kalian mempertanyakan kebahagiaan seorang ibu??
Ingat! Ibu yang bahagia maka akan melahirkan, mendidik dan membesarkan anak2nya dengan aura kebahagiaan juga. Yang bisa mempengaruhi perkembangan psykologi anak2nya dengan baik dan mampu menghasilkan anak2 yang mempunyai kepercayaaan diri yang tinggi.
Allah memang akan selalu memberikan bantuannya kepada orang2 yang bersabar tapi dibalik kesabaran itu kita juga harus berusaha mencari solusi dan jalan keluarnya. Jangan hanya cuma diam, tonton, menasehati dan disuruh berdoa saja. Ini juga merupakan tugas kita sesama manusia saling tolong-menolong, jangan hanya bicara, tapi buktikan dengan tindakan. Kerena bila terus2an terjadi dan banyaknya KDRT dimuka bumi ini, maka kan banyak anak2 yang menjadi seperti apa yang mereka lihat setiap hari di dalam kehidupannya sehari-hari. Bukankah anak2 ini adalah sang peniru? Meniru segala tingkah laku orang2 terdekatnya dan lingkungan disekitarnya. Jadi kita gak usah heran bila sekarang kita lihat sendiri kelakuan buruk anak2 remaja sekarang, yang bicara dan bertingkah tak lagi punya tata krama dan sopan santun, dimatanya itu mungkin sudah biasa karena begitu yang dilihatnya setiap hari. Mungkin bila kita membuat survey, dari setiap anak2 yang berbicara dan bertingkah tak sopan, kemudian kita lihat dan bandingkan dengan keadaan didalam rumah tangga orangtuanya. Apa yang kita lihat??? Bagaimana solusi dari semua ini???